Just another free Blogger theme

Senin, 15 Mei 2017



NAMA : ERMELINDA JIHUT
NIM      : 2016230021
KELAS : KOMUNIKASI A
PRODI  : ILMU KOMUNIKASI

TEMA   :     IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DALAM MENGHADAPI                             RADIKALISME
      JUDUL :   RADIKALISME AGAMA DI INDONESIA
Indonesia adalah negara yang menjadikan pancasila sebagai ideologi negara. .Pancasila sebagai ideologi nasional Bangsa Indonesia pada hakekatnya merefleksikan dimensi dari sebuah ideologi yang dimiliki oleh suatu negara dan bangsa secara keseluruhan. Ideologi Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali (kristalisasi) dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia. Kelima sila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung didalamnya. Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang dari luar/dalam, langsung/tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Indonesia dewasa ini dihadapkan dengan persoalan dan ancaman radikalisme agama yang bertentangan dengan nilai-niai pancasila. Secara semantik, radikalisme ialah paham atau aliran yang menginginkanperubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, cet. th. 1995, Balai Pustaka). Dalam Ensiklopedi Indonesia (Ikhtiar Baru – Van Hoeve, cet. 1984) diterangkan bahwa “radikalisme” adalah semua aliran politik, yang para pengikutnya menghendaki konsekuensi yang ekstrim, setidak-tidaknya konsekuensi yang paling jauh dari pengejawantahan ideologi yang mereka anut. Dalam dua definisi ini “radikalisme” adalah upaya perubahan dengan cara kekerasan, drastis dan ekstrim. Adapun dalam Kamus Ilmiyah Populer karya Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry (penerbit Arkola Surabaya, cet. th. 1994) diterangkan bahwa “radikalisme” ialah faham politik kenegaraan yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf kemajuan. Dalam definisi terakhir ini “radikalisme” cenderung bermakna perubahan positif.
Radikalime dalam prespektif agama adalah pemicu utama terjadinyavradikalisme dengan adanya ajaran cerita, dogama, dan simbolisme ritualitas dan idealitas yang ada dalam agamanya dipahami oleh pemeluknya, agama menjadi bersifat particular (Mohtar Mas’oed et.a,2001). Selain agama, radikalisme juga sudah “menjangkiti” aliran-aliran sosial, politik, budaya, dan ekonomi. Ada anggapan di kalangan masyarakat awam bahwa radikalisme hanya dilakukan oleh agama tertentu saja, dan anggapan itu memang tidak salah. Kelompok radikal di negeri ini tumbuh subur. Mereka masih bebas melancarkan serangan dengan merusak nilai-nilai pancasila.
Secara garis besar gerakan radikalisme disebabkan oleh faktor ideologi dan faktor non-ideologi seperti ekonomi, dendam, sakit hati, ketidakpercayaan dan lain sebagainya. Faktor ideologi sangat sulit diberantas dalam jangka pendek dan memerlukan perencanaan yang matang karena berkaitan dengah keyakinan yang sudah dipegangi dan emosi keagamaan yang kuat. Faktor ini hanya bisa diberantas permanen melalui pintu masuk pendidikan (soft treatment) dengan cara melakukan deradikalisasi secara evolutif yang melibatkan semua elemen. Pendekatan keamanaan (security treatment) hanya bisa dilakukan sementara untuk mencegah dampak serius yang ditimbulkan sesaat. Sementara faktor kedua lebih mudah untuk diatasi, suatu contoh radikalisme yang disebabkan oleh faktor kemiskinan cara mengatasinya adalah dengan membuat mereka hidup lebih layak dan sejahtera.
Radikalisme tidak harus muncul dalam wujud yang berbau kekerasan fisik, ideologi pemikiran, kampanye yang massif dan demonstrasi sikap yang berlawanan dan ingin mengubah mainstream dapat digolongkan sebagai sikap radikal.
Implementasi  nilai-nilai pancasila dalam menghadapi radikalisme di Indonesia masih belum maksimal dimana ditandai tumbuhnya kelompok  radikal contohnya adalah perspektif agama faham Islam Irak dan Syiria (ISIS) yang baru booming di Indonesia,. Banyak warga Indonesia mengaku tahu tentang ISIS. Ada yang mengatakan ISIS sebagai kelompok teror yang sadis, ada juga yang menilai  ISIS sebagai pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama, bahkan menyatakan ISIS adalah pejuang-pejuang yang hendak mendirikan agama Islam. Faham ini memberi pengajaran kebencian kepada sesama umat islam, mereka juga belajar kemiliteran dan berjanji untuk menyelamatkan dunia menurut pengajaran ISIS tersebut.
 Fenomena radikalisme di kalangan masayarakat ini seringkali disandarkan dengan paham keagamaan, sekalipun pencetus radikalisme bisa lahir dari berbagai sumbu, seperti ekonomi, politik, sosial dan sebagainya. Dalam konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme diIndonesia telah makin membesar karena pendukungnya juga semakin meningkat.isu ISIS itu telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama teror dan umat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya. Sekalipun anggapan itu mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror di Indonesia adalah seorang Muslim sehingga sangat membebani psikologi umat Islam secara keseluruhan. Berbagai aksi radikalisme terhadap generasi muda kembali menjadi perhatian serius oleh banyak kalangan di tanah air. Bahkan, serangkaian aksi para pelaku dan simpatisan pendukung, baik aktif maupun pasif, banyak berasal dari berbagai kalangan.
Pada awalnya, alasan utama dari radikalisme agama atau gerakan-gerakan tersebut adalah dilatarbelakangi oleh politik lokal: dari ketidakpuasan politik, keterpinggiran politik dan semacamnya. Namun setelah terbentuknya gerakan tersebut, agama meskipun pada awalnya bukan sebagai pemicunya, tetap saja disalahkan.Yang pasti, radikalisme berpotensi menjadi bahaya besar bagi masa depan peradaban manusia.
Agama tidak menentukan apalagi mewajibkan suatu bentuk negara dan sistem pemerintahan tertentu bagi para pemeluknya. Umat diberi kewenangan sendiri untuk mengatur dan merancang sistem pemerintahan sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan zaman dan tempat. Namun yang terpenting suatu pemerintahan harus bisa melindungi dan menjamin warganya untuk mengamalkan dan menerapkan ajarankan agamanya dan menjadi tempat yang kondusif bagi kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan.
Umat beragama seharusnya melihat substansi negara dengan teritorialnya sebagai tempat yang kondusif bagi kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan dengan sesama. Sementara sekarang, kondisi masyarakat dan kesiapan pranata pemerintahan yang terus berkembang, menuntut bentuk pemerintahan yang berbeda.
Nilai dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila, dirinci ke dalam norma, aturan, hukum dasar yang tercermin ke dalam banyak pasal di UUD 1945. Nilai dasar itu tidak semata-mata berdimensi teologis yang mengisyaratkan bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan kepercayaan dan agamanya masing-masing, melainkan juga berdimensi politik. Implikasinya, nilai dasar itu menuntut orang untuk mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain, sebab agama dan kepercayaan adalah hal yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan.  Gerakan radikalisme bukan sebuah gerakan spontan, tetapi menurut Said Aqiel Siradj (sekarang Ketua Umum PBNU) setidaknya memiliki tiga faktor pendukung. Pertama, faktor sosial-politik. Gejala kekerasan agama bisa didudukkan sebagai gejala sosial-politik daripada gejala keagamaan. Akan masalahnya dapat ditelusuri dari sudut (faktor) sosial-politik dalam kerangka historisitas manusia. Kedua, faktor emosi keagamaan (”sentimen keagamaan dan solidaritas keagamaan”) untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu juga menjadi pendorong munculnya radikalisme. Ketiga, faktor kultural, yang dianggap sebagai antitesa terhadap budaya sekularisme Barat yang dicap sebagai musuh besar, juga memiliki andil besar bagi munculnya radikalisme. Secara kultural di masyarakat selalu ditemukan usaha untuk melepaskan diri dari jerat jaring-jaring kebudayaan yang dianggap menyimpang. Di samping itu kesalahan pemahaman agama juga menjadi faktor pendukung radikalisme agama.


SUMBER : jurnal karya ilmiah Study Pemikiran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
                         Pemikiran Sendiri
                         Blogspot.com



         TUGAS DASAR MANAJEMEN
        
NAMA : ERMELINDA JIHUT
NIM      : 2016230021
KELAS : KOMUNIKASI A
  

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHfcdH3ySS_l2f58XpNwKBmUlq_ds9wAMDolE8Wyg2haPAzhEkzbd6bxJ71ANswlS8vJU-GGGX0mbHiGy2lmMS4pRAx1WoJnetMrtG8Nuxutcc4tjl2POdf09XshAdJ3kwv94q4i3HmC4/s1600/LOGO+UNITRI.jpg





FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TRIBHUWANA  TUNGGADEWI  ,
MALANG




KASUS PENINDASAN TERHADAP BURUH
Akhir-akhir ini mata kita disibukkan dengan sajian media mengenai masalah-masalah perburuhan khususnya di Indonesia.Semua itu mengindikasikan, bahwa dunia perburuhan kita belum tertata sebagaimana mestinya. Isu-isu untuk melakukan demo, tersaji setiap saat. Hal ini berarti, ada masalah yang mendasar yang belum terselesaikan. Masalah yang mendasar itu, tentunya terkait regulasi dan kebijakan pemerintah. Terkait dengan UU No13/2003 dan kebijakan upah minimum. Karena itu, yang diperlukan adalah kejujuran semua pihak. Dunia usaha dituntut jujur untuk memberikan upah yang layak, sementara pemerintah selayaknya harus memfasilitasi, sehingga dunia usaha bisa menjadi wahana yang mensejahterakan pekerja. Masalah ini, akan sangat lebih baik , kalau bisa dituangkan dalam regulasi / perundangan dan kebijakan terkait kesejahteraan buruh.
Problem perburuhan ini sebenarnya terjadi karena kebebasan kepemilikan dan kebebasan bekerja yang menjadi pilar sistem kapitalisme. Dengan kebebasan ini, seorang pengusaha yang senantiasa berorientasi keuntungan dianggap sah mengeksploitasi tenaga buruh. Dengan kebebasan ini pula, kaum buruh diberi ruang kebebasan mengekspresikan tuntutannya akan peningkatan kesejahteraan dengan memanfaatkan serikat pekerja, melakukan sejumlah intimidasi bahkan tindakan anarkis sekalipun.
Sedangkan dasar yang memicu konflik buruh dan pengusaha sendiri, disebabkan oleh kesalahan tolok ukur yang digunakan untuk menentukan gaji buruh, yaitu living cost (biaya hidup) terendah. Living cost inilah yang digunakan untuk menentukan kelayakan gaji buruh. Maka tidak heran namanya Upah Minimum. Dengan kata lain, para buruh tidak mendapatkan gaji mereka yang sesungguhnya, karena mereka hanya mendapatkan sesuatu yang minimum sekedar untuk mempertahankan hidup mereka. Konsekuensinya kemudian adalah terjadilah eksploitasi yang dilakukan oleh para pemilik perusahaan terhadap kaum buruh. Dampak dari eksploitasi inilah yang kemudian memicu lahirnya gagasan Sosialisme tentang perlunya pembatasan waktu kerja, upah buruh, jaminan sosial, dan sebagainya.
Jadi, masalah perburuhan akan selalu ada selama relasi antara buruh dan pengusaha dibangun berdasarkan sistem ini. Meski mereka telah melakukan sejumlah tambal sulam untuk menyumbat kemarahan kaum buruh dan menghadapi provokasi kaum Sosialis, namun tambal sulam ini secara natural hanya sekedar untuk mempertahankan sistem Kapitalisme. Tetapi, jika diklaim bahwa tambal sulam ini telah berhasil memecahkan masalah perburuhan, jelas hanya klaim bohong dan kosong.
Dalam perspektif politik ekonomi, kaum buruh selalu berada dalam kungkungan nasib yang menyedihkan. Mereka berada dalam kekuasaan dan kendali pemilik modal atau majikan. Di balik tenaga mereka yang mengalami eksploitasi luar biasa, upah yang mereka nikmati kerap tidak cukup untuk (sekadar) memenuhi kebutuhan pokok. Bahkan, tidak jarang upah hasil kerja mereka sebulan penuh hanya cukup untuk bertahan hidup selama 10 hari. Di sisi lain, mereka pun selalu berada dalam ancaman bayang-bayang PHK (pemutusan hubungan kerja) secara sepihak dengan pesangon yang ala kadarnya.
Gambaran di atas merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan kala paradigma ekonomi yang digunakan ialah paradigma industrial-kapitalistik. Dalam paradigma industrial-kapitalistik ini, pemilik modal (majikan) cenderung memposisikan buruh (pekerja) sebagai bagian dari faktor produksi. Buruh kerapkali ditekan untuk bekerja tanpa mengenal lelah (tak ubahnya sebuah mesin produksi), tetapi upah yang dibayarkan sangat rendah. Hal ini tidak lepas dari prinsip ekonomi kapitalis itu sendiri bahwa untuk mendapatkan profit (untung) sebesar-besarnya, maka biaya produksi harus ditekan sekecil-kecilnya.
Dalam lingkungan negara yang menganut sistem sekuler-kapitalisme, realitas semacam itu adalah sebuah keniscayaan. Ada beberapa faktor yang dijadikan sebagai alat pembenar (legitimator) berkaitan dengan eksploitasi buruh. Di antaranya:
v  Tenaga buruh disamakan dengan faktor-faktor produksi lainnya.
v  Nilai buruh disamakan dengan dinilai barang.
v  Keberhargaan (martabat) buruh tidak lebih terhormat daripada alat/faktor produksi lainnya.
Karena itu, tidak aneh bila para majikan yang berwatak kapitalis terus berburu tempat-tempat investasi untuk mengembangkan modal (memupuk kekayaan) di daerah-daerah yang taraf kehidupan masyarakatnya masih rendah. Hal ini tidak lain karena ideologi para majikan tersebut lebih bersifat sekuler-kapitalistis. Bagi mereka, keuntungan sebanyak-banyaknya merupakan tujuan, meski untuk itu harus melanggar etika kemanusiaan.
Buruh yang bekerja di perusahaan tersebut mau tidak mau harus menerima kebijakan perusahaan karena posisi mereka yang lemah. Dalam perjalanannya gerakan buruh pasca reformasi (selama lebih dari sepuluh tahun terakhir ini), dapat dilihat bahwa kehidupan buruh tidak banyak mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat misalnya, meskipun pada saat ini pemerintah sudah mengeluarkan beberapa regulasi mengenai perburuhan, akan tetapi buruh tetap saja menerima upah yang relative rendah dengan jam kerja panjang dan keselamatan kerja yang kurang memadai.
Posisi tawar pekerja dan masyarakat miskin yang rendah di tengah melimpahnya jumlah pencari kerja, pengangguran dan meningkatnya jumlah penduduk migran yang mencoba mengadu nasib mencari kerja di kota besar adalah titik-titik lemah yang seringkali disadari benar oleh para investor untuk membuat para pekerjanya pasrah menerima nasib menerima upah yang tak pernah beringsut ke taraf yang terkategori layak dan adil.
Perusahaan melalui mandor yang mempekerjakan pekerja harian, melakukan penindasan secara tidak langsung, hal ini juga diperkuat dengan adanya pengetatan aturan kerja sehingga buruh yang dianggap tidak sesuai dengan standart perusahaan akan diberhentikan. Pada sisi lain, buruh merasa kehadiran para pekerja harian tersebut menyebabkan ketidaknyamanan dalam menjalankan pekerjaannya. Munculnya berbagai macam isu seperti akan dilakukan PHK pada buruh, penggantian tenaga buruh dengan mesin, dan lain sebagainya menjadikan para pekerja semakin sering membicarakan apa yang saat ini menjadi kekhawatiran mereka seperti adanya PHK, peningkatan beban kerja, dan penambahan jam kerja.






TEORI YAG DIGUNAKAN ADALAH TEORI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KONTEMPORER.
            Dari buku Manajemen Sumber Daya Manusia karya Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA halaman 39-40 menyatakan bahwa Minat yang semakin meluas di kalangan para ilmuan  tentang manajemen sumber daya manusia berakibat positif dalam mengelola sumber daya manusia dalam organisasi. Semua perkembangan yang terjadi dapat disimpulkan bermuara pada suatu prinsip yang sangat fundamental, yaitu bahwa “Manusia Tidak Mungkin Diperlakukan Sama Dengan Alat Produksi Lainnya, Melainkan Harus Diperlakukan Sama Dengan Harkat Dan Martabatnya”. Namun dari fenomena diatas jelas bahwa tenaga manusia(buruh)  disamakan dengan faktor-faktor produksi lainnya,  nilai buruh disamakan dengan dinilai barang, keberhargaan (martabat) buruh tidak lebih terhormat daripada alat/faktor produksi lainnya. Dalam hal ini ruang gerak bagi buruh utuk menggunakan imajinasi, inovasi dan kreativitasnya menjadi sangat sempit. Berarti tidak menempatkan sumber daya manusia sebagai unsureterpenting.
            Timbulnya berbagai teori motivasi pada tahun empat puluhan, dengan Abraham H. Maslow sebagai pelopornya, merupakan bukti kongkret. Semua teori motivasi menekankan bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang sangat kompleks, tidak hanya menyangkut peningkatan taraf hidup dalam arti kebendaan akan tetapi  ada berbagai kebutuhan lain seperti “Keamanan, Sosial, Prestise, Pengembangan Diri”, yang harus dipenuhi dan dipuaskan. Jadi kalau dikaitan  dengan kasus buruh diatas, Masalah-masalah keadilan, kewajaran, harapan dan kecocokan pekerjaan dengan karakteristik seseorang yang seharusnya diperlakukan sesuai harkat dan martabat sebagai manusia malah  karena dia hanyalah seorang buruh  majikan memperlakukan dia secara tidak adil dan tidak wajar  (perlakuan yang tidak manusiawi), sehingga kebutuhan akan keamanannya, Sosial, Prestise, Pengembangan Diri tidak terpenuhi atau terpuaskan.


MENGENAL DIRI UNTUK MENCAPAI
TARGET DAN KEBERHASILAN
DOSEN PENGAMPU: Dra. Emmeria Y. Tarihoran,s.pd, M.Th.

O
L
E
H

NAMA: ERMELINDA JIHUT
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHfcdH3ySS_l2f58XpNwKBmUlq_ds9wAMDolE8Wyg2haPAzhEkzbd6bxJ71ANswlS8vJU-GGGX0mbHiGy2lmMS4pRAx1WoJnetMrtG8Nuxutcc4tjl2POdf09XshAdJ3kwv94q4i3HmC4/s1600/LOGO+UNITRI.jpg   NIM: 2016230021






PRODI: ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus berkat rahmat dan kehendak-Nya saya diberikan kemudahan dan kelancaran sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Mengenal Diri Untuk Mencapai Target Dan Keberhasilan” ini tepat pada waktunya.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini baik dalam bentuk doa maupun materi.
Adapun tujuan  pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Katolik dan juga refleksi yang membangun diri untuk mencapai target dan keberhasilan.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk  itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran perbaikan dari semua pihak yang terkait.




Malang, 13 Desember 2016
Penulis






DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….…..i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….…ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………iii
RESUME……………………………………………………………………………..iv
Bab1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2  Rumusan Masalah…………………………………………………………..…2
1.3   Manfaat dan tujuan…………………………………………………………...2
Bab II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian……………………………………………………….……………..3
2.2 Ciri-Ciri Mengenal Diri………………………………………….…………….5
2.3.Faktor  Yang Mempengaruhi Pengenalan Diri…………………..…………….7
2.4. Pentingnya Mengenal Diri………………………………………..…………...8
Bab III PENUTUP
     3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..11






RESUME
Mengenal diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter maupun sikap yang dimiliki individu .
Mengenal diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya, jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja sudah mempersiapkan pintu kegagalan bagi dirinya
Ciri- cirri mengenal diri
ü  ·mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi kehidupan yang dijalaninya,
ü  ·menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan manusia lainnya,
ü  ·mampu menempatkan dirinya pada kondisi yang tepat
ü  ·bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya,
ü  ·menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya,
ü  ·kelemahan yang dimilikinya tidak membuatnya menyalahkan dirinya sendiri, sebagaimana ia mampu menghargai setiap kelebihannya,
ü  ·memiliki obyektivitas terhadap setiap pujian ataupun celaan, dan
ü  ·tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan emosi yang ada pada dirinya.
ü  Pemekaran diri sendiri yang ditandai dengan keampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri juga.
ü  Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif.
ü  Memiliki falsafah hidup tertentu
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mengenal diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
Pentingnya Mengenal diri
1.Mengenal diri mempunyai peranan dalam mempertahankan keseluruhan batin.
2.Seluruh sikap, pandangan individu terhadap dirinya akan mempengaruhi individu dalam menafsirkan pengalamannya.
3.Mengenal diri menentukan pengharapan individu.
4. Introspeksi diri
5. Mengendalikan diri
 6.Membangun kepercayaan diri
7 Mengenal dan mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh teladan
8. Berpikir positif & optimis tentang diri sendiri













BAB 1
 PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
         Mengenal diri berarti memahami kekhasan fisiknya, kepribadian, watak dan temperamennya, mengenal bakat-bakat alamiah yang dimilikinya serta punya gambaran atau konsep yang jelas tentang diri sendiri dengan segala kekuatan dan kelemahannya.
“Siapakah aku?”  adalah pertanyaan identitas. Pertanyaan tersebut merupakan cara untuk memulai pemeriksaan batin dan identitas diri kita. Jika kita mengenal diri kita sendiri, kita dapat menemukan talenta dan mengembangkan tujuan pribadi kita, kemudian menempatkan talenta  yang kita miliki tersebut untuk melayani diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu , penting untuk selalu mendengarkan suara hati kita karena suara hatilah yang menggambarkan arah tujuan kita, dan memandu jalan kita.
Dalam pandangan psikologi, seseorang dalam berkomunikasi juga dipengaruhi oleh factor kejiwaan. Salah satunya adalah persepsi. Persepsi merupakan proses menginterpretasi atau menafsirkan suatu informasi yang mana sebelumnya Ia sudah mengumpulkan pengetahuan dan disimpan di dalam memori apa yang ditangkap oleh indra pesan-pesan atau informasi terdahulu.Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, terkadang kita menyadari bagaimana diri kitasaat ini( actual self), bagaimana diri yang kita inginkan( ideal self), dan bagaimana diri kita seharusnya( Ought self).Kita menyadari diri kita, sikap kita, dan seperti apa diri kita setelah mendapat informasi dari orang lain maupun dari pembelajaran diri kita Dari latar belakang tersebut,  Orang dengan persepsi negatif mengenai identitas diri mereka juga berkutat dengan pengharapan negatif. Persepsi yang jelas dari identitas yang benar adalah aset yang tak ternilai bagi kehidupan yang sehat, bahagia dan produktif. Apabila anda meluruskan potret diri Anda dengan pandangan Allah mengenai diri Anda, maka Anda akan menemukan jati diri yang sehat.
“Identitas diri yang sehat adalah melihat diri sendiri sebagaimana Allah melihat Anda – tidak lebih dan tidak kurang”


1
1.2  Rumusan Masalah :
1.Apa itu mengenal diri
2.Apa saja cirri-ciri mengenal diri?
3.Faktor apa saja yang mempengaruhi pengenalan diri?
4.Apa pentingnya mengenal diri?
1.3 Manfaat dan tujuan
1. untuk mendapatkan nilai UAS Pendidikan Agama Katolik
2 Dapat mengenal kenyataan diri, dan sekaligus kemungkinan-kemungkinannya, serta (diharapkan mengetahui peran apa yang harus dimainkan untuk mencapai target atau keberhasilan)




                                                                              2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 .PENGERTIAN MENGENAL DIRI
     1. Menurut para ahli :
a)      . Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan mengenal diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri.“.
b)      .Atwater (1987) menyebutkan bahwa mengenal diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
c)      . Cawagas (1983) menjelaskan bahwa mengenal diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
d)     Stuart dan Sudeen (1998), mengenal diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
e)      . Hurlock (1990:58) mengenal diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
f)       . Centi (1993:9) mengenal diri adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri kita sendiri dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan.
      Mengenal diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter maupun sikap yang dimiliki individu .
Mengenal diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan.
3
Sebaliknya, jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja sudah mempersiapkan pintu kegagalan bagi dirinya.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
Mengenal diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik maupun lingkungan terdekatnya.
Mengenal diri Ini bukan atribut fisik, pendidikan , sejarah karir, prestasi, atau talenta rohani , bukan pula asal-muasal etnis . Semua ini hanya bungkus luar dari identitas Anda.
·         Sesungguhnya, pengertian kita mengenai siapa sebenarnya diri kita jauh lebih penting dari kehidupan kita dari pada karir prestisius yang menguntungkan.
·         . Identitas diri kita, dan terutama persepsi kita tentang identitas itu memainkan peran vital dalam menentukan bagaimana Anda menbawa diri Anda dalam kehidupan sehari-hari, seberapa besar kebahagiaan yang kita alami, bagainama kita memperlakukan orang lain, bagaimana kita tanggap terhadap Tuhan.
·         Tanpa mengerti dengan benar siapa Anda sebenarnya di bawah begitu banyak lapisan luar, Anda kemungkinan mengalami ketidakpuasan, dan kehilangan arah dalam kehidupan
·         Ada banyak pengaruh yang berbeda telah membentuk bagaimana Anda melihat diri Anda. Ada banyak pengaruh negative yang membuat kita gagal melihat siapa diri kita yang sesungguhnya seperti yang Tuhan katakan, kita gagal mengidentifikasikan diri sebagai orang yang sangat bernilai, sangat berharga yang dicipta serupa dengan gambar Allah, dan dimahkotai dengan kemualiaan dan hormat (Mazmur 8:6, 139:14).
2. Diidentifikasikan dengan sang Pencipta.
a. Tuhan mengenal diri kita jauh dibandingkan dengan kita mengenal diri kita.
b. Hanya Tuhan yang tahu nilai yang sebenarnya, yang jauh lebih berharga daripada penampilan kita, kinerja kita, dan status kita.
c. Hanya Tuhan yang bisa mengisi hidup kita dengan kasih, cinta dan arti.
4
d. Tuhan mengasihi kita secara penuh. Kasih-Nya tulus, murni, suci, tanpa memandang rupa kita.
e. Kita dindentifikasikan sebagai anak-anak Raja, Ahli waris kerajaan Allah (Roma 8:17), anak-anak Allah.
f. Siapakah yang lebih berbahagia dengan identitas seperti itu?
g. Begitu kita mengidentifikasikan diri kita dengan sang raja, maka kita akan menjalani kehidupan sebagai seorang pangeran dan putri raja yang adalah Anda sendiri.
h. Identitas Anda sebagai anak Allah akan membuat perbedaan besar dalam bagaimana Anda memandangi kehidupan Anda, pergumulan Anda, hubungan Anda dengan orang lain dan dengan Allah.
2.1 .CIRI-CIRI MENGENAL DIRI
Menurut Calhoun & Acocella (1995), mengenal diri merupakan gambaran mental terhadap diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri, pengharapan bagi diri dan penilaian terhadap diri sendiri. Salah satu ciri dari konsep diri yang negatif akan terkait secara langsung dengan pengetahuan yang tidak tepat terhadap diri sendiri, pengharapan yang tidak realistis atau mengada-ada, serta harga diri yang rendah. Untuk menghindari hal tersebut, Sheerer (dalam Cronbach, 1963) memformulasikan ciri-ciri mengenal diri positif yang selanjutnya mengarah pada penerimaan diri individu, sebagai berikut:
v mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi kehidupan yang              dijalaninya,
v menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan manusia lainnya,
v mampu menempatkan dirinya pada kondisi yang tepat sebagaimana orang lain, sehingga keberadaannya dapat diterima oleh orang lain,
v bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya,
v menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya,
v kelemahan yang dimilikinya tidak membuatnya menyalahkan dirinya sendiri,        sebagaimana ia mampu menghargai setiap kelebihannya,
5
v  memiliki obyektivitas terhadap setiap pujian ataupun celaan, dan
v  tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan emosi yang ada pada dirinya.
v  Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan keampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri juga. Perasaan egoisme (mementingkan diri sendiri) berkurang, sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki. Salah satu tanda yang khas adalah tumbuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya. Kemampuan untuk menenggang rasa dengan orang yang di cintainya, untuk ikut merasakan penderitaan yang di alami oleh orang yang di cintainya. Itu menunjukkan adanya tanda-tanda kepribadian yang dewasa (mature personality). Di samping itu juga adalah berkembangnya ego ideal berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan bagaimana wujud ego (diri sendiri) di masa depan.
v  Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran. Ia tidak marah JIka di kritik dan di saat-saat yang diperlukan ia bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar.
v  Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life). Hal ini dapat dilakukan tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata. Orang yang sudah dewasa tahu dengan tempatnya dalam kerangka susunan objek-objek lain dan manusia-manusia lain didunia. Ia tahu kedudukannya dalam masyarakat, ia paham bagaimana seharusnya ia bertingkah laku dalam kedudukan tersebut dan ia berusaha mencari jalannya sendiri menuju sasaran yang ia tetapkan sendiri. Orang seperti ini tidak lagi mudah terpengaruh dan pendapat-pendapat serta sikap-sikapnya cukup jelas dan tegas.






6
2.3.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGENALAN DIRI
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mengenal diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
1. Teori perkembangan.
Mengenal diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
      Mengenal diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Self Perception ( persepsi diri sendiri )
      Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.


7

4. Orang lain.
     Mengutip pernyataan Gabriel Marcel dalam Rakhmat (2004:100),
“The fact is that we can understand ourself by starting from the other, or from others, and only starting from them.                                                
” Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda menilai diri saya akan membentuk konsep diri saya.
 Kita sepakat bahwa orang lain mempunyai pengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Tetapi, tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Adayang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. George Herbert Mead dalam Rakhmat (2004:101) menyebut mereka Significant others – orang lain yang sangat penting.
5. Kelompok rujukan
Dalam bermasyarakat kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok masyarakat.Adakelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan diri dengan ciri-ciri kelompoknya. ketika kita menjadi anggota kelompok persatuan bulu tangkis, UA-KMK ST.Thomas Aquinas dan lain-lain.

2.4. PENTINGNYA MENGENAL DIRI
1 .Mengenal diri mempunyai peranan dalam mempertahankan keseluruhan batin.
 Apabila timbul perasaan, pikiran dan persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan satu sama lain, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menyeimbangkan dan menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah perilakunya.
2.Seluruh sikap, pandangan individu terhadap dirinya akan mempengaruhi individu dalam menafsirkan pengalamannya.
8
Sebuah kejadian akan ditafsirkan berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya dikarenakan masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap dirinya.
3.Mengenal diri menentukan pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari mengenal diri.
Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri akan menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang gemilang.
Salah satunya dalam mengenal diri yaitu bagaimana seseorang  memandang dirinya secara utuh, mengenal diri  akan memberikan arah untuk menemukan dan menentukan cara-cara menentukan prestasi belajar dan kerja yang diharapkan. Konsep diri (self concept) merupakan suatu bagian terpenting dalam kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang terdapat pada manusia.
4. Introspeksi diri
5. Mengendalikan diri
 6.Membangun kepercayaan diri
7 Mengenal dan mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh teladan
8. Berpikir positif & optimis tentang diri sendiri








9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
 Mengenal diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Sangatlah penting bagi seorang perawat untuk memahami konsep diri terlebih dahulu harus menanamkan dalam dirinya sendiri sebelum melayani klien, sebab keadaan yang dialami klien bisa saja mempengaruhi konsep dirinya, disinilah peran penting perawat selain memenuhi kebutuhan dasar fisiknya yaitu membantu klien untuk memulihkan kembali konsep dirinya.
Ada beberapa komponen mengenal diri yaitu identitas diri yang merupakan intenal idividual, citra diri sebagai pandangan atau presepsi, harga diri yang menjadi suatu tujuan, ideal diri menjadi suatu harapan, dan peran atau posisi di dalam masyarakat.Untuk membangun konsep diri kita harus belajar menyukai diri sendiri, mengembangkan pikiran positif, memperbaiki hubungan interpersonal ke yang lebih baik, sikap aktif yang positif, dan menjaga keseimbangan hidup.
Semua yang kita lakukan pasti ada manfaatnya begitu juga dalam memahami pengenalan diri, kita menjadi bangga dengan diri sendiri, percaya diri penuh, dapat beradaptasi dengan lingkungan, dan mencapai sebuah kebahagiaan dalam hidup, intinya dapat mencapai target dan keberhasilan.
Mengenal diri juga dapat diartikan sebagai penilaian keseluruhan terhadap penampilan, perilaku, perasaan, sikap-sikap, kemampuan serta sumber daya yang dimiliki seseorang (Labenne dan Greene, 1969). mengenal diri sebagai suatu penilaian terhadap diri juga dijelaskan dalam defenisi konsep diri yang dikemukakan oleh Partosuwido, dkk (1985) yaitu bahwa megenal diri adalah cara bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana penerimaannya terhadap diri sendiri sebagaimana yang dirasakan, diyakini, dan dilakukan, baik ditinjau dari segi fisik, moral, keluarga, personal, dan sosial.

10


DAFTAR PUSTAKA
Suwendra. 1992.Pengaruh Konsep Diri Terhadap Kesuksesan Belajar Di Perguruan Tinggi. Majalah Ilmiah Kopertis VIII.
Arini.A.T.2006.Orang Tua dan Konsep Dirri Anak. Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Pikiran penulisan