MAKALAH TEORI KOMUNIKASI
TEORI-TEORI KRITIS DAN
INTERPRETATIF
DISUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK 4
1.
Eduardus
Barung 6.
Iklimiati
2.
Ermelinda
Jihut 7.
Arni Suryani
3.
Ferdinandus
Felik Jeri 8.
Alfrida Gole
4.
Cristiana Ose Boro 9.
Kresensia Kefi
5. Gilang Febrianto

PROGRAM STUDI
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
TRIBHUWANA TUNGGADEWI, MALANG
TAHUN
2017/2018
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa berkat rahmat dan kehendak-Nya kami diberikan kemudahan dan kelancaran
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudu l “Teori-Teori Kritis Dan
Interpretatif” ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini baik dalam bentuk doa
maupun materi.
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Komunikasi dan juga untuk memperoleh pengetahuan tentang teori-teori
kritis dan teori-teori interpretatif.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran perbaikan dari semua pihak yang terkait.
Malang, 06 April 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………......…..I
KATA PENGANTAR………………....……………...…………………………….…II
DAFTAR ISI …….........................................................................................................III
BAB1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG…………………………………...……………………...1
1.2 RUMUSAN
MASALAH……………………………………………………..…2
1.3 MANFAAT DAN TUJUAN…….....…………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 TEORI KRITIS……........……………………………………….……………..3
2.2 TEORI INTREPERTIF
………………………………………….……........….5
2.3.HUBUNGAN TEORI KRITIS DAN TEORI INTERPRETIF DALAM
ILMU
KOMUNIKASI.............................................................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN………......……………………………………………………10
3.2 SARAN………………….…………………………………………………….10
DAFTAR PUSTAKA…………….…………………………………………………..11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Teori
merupaka kumpulan prinsip yag disusun
secara sistematis. Teori berguna untuk menjelaskan fenomena, memprediksi, dapat mengurangi coba-coba yang
tidak efisien, dan dapat merupakan sumber ide. Fakta yang ada harus diinterpretasikan dulu agar
itu mempunyai arti sesuai kebutuhan dan rancangan penelitian.ketika fakta
tersebut sulit dijelaskan maka diperlukan teori. Manusia dalam
kesehariannya selalu bertindak, dan tindakannya memiliki arti, oleh karena itu
interpretsi diperlukan untuk memahami perilaku manusia. Berbeda dengan banyak
teori perilaku dan kognitif yang mengkaji kehidupan sosial manusia, teori
disini berhubungan dengan terjadinya atau berlangsungnya pengalaman manusia. Paradigma yang diterapkan dalam ilmu komunikasi memang
beragam. Karena paradigma mendasari teori-teori yang kita baca dan gunakan,
maka sangat penting untuk memahami paradigma. Paradigma menawarkan cara pandang
umum mengenai komunikasi antar manusia, sementara teori merupakan penjelasan
yang lebih spesifik tertentu dari perilaku komunikasi. Ada beberapa teori dalam
teori komunikasi, namun yang akan kami bahas adalah teori kritis dan interpretif.
Meskipun teori interpretif dan kritis terbagi dalam
asumsi-asumsi mengenai tindakan manusia, keduanya berbeda dalam beberapa aspek
penting. Teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia,
atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks. Tumbuh berdasarkan
ketidakpuasan dengan teori Post Positivis, karena dianggap terlalu umum,
terlalu mekanis dan tidak mampu menangkap keruwetan, nuansa, dan kompleksitas
dari interaksi manusia.
Perspektif interpretif mencari sebuah pemahaman bagaimana
kita membentuk dunia pemaknaan melaui interaksi dan bagaimana kita berprilaku
terhadap dunia yang kita bentuk itu. Dalam pencarian jenis pemahaman ini, teori
interpretif mendekati dunia dan pengetahuan yang sangat berbeda dengan cara teori post
positivis.
Sedangkan
teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia mengalami
kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan
manusia. Kritik merupakan knsep kunci
untuk memahami teori kritis. Teori ini dikembangkan oleh Mashab Frankfrut.
Konsep kritik dupergunakan mazhab ini memiliki kaitan dengan sejarah dengan
konsep kritik yang berkembang pada masa-masa Rennaisance.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
itu teori kritis?
2.
Apa
itu teori interpretif?
3.
Bagaimana
hubungan antara Teori Kritis Dan Teori Interpretif dalam Komunikasi?
1.3
MANFAAT
DAN TUJUAN
1.
Mendapat
nilai tugas matakuliah teori komunikasi.
2.
Menambah
wawasan
3.
Untuk
mendapatkan pengetahuan tentang teori kritis dan teori interpretif
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI KRITIS
A.
Sejarah Dan Pengertian
Dalam pengertian luas, teori adalah serangkaian
konsep-konsep, penjelasan-penjelasan dan prinsip-prinsip yang teratur dari
beberapa aspek pengalaman manusia (Littlejohn dan Foss, 2008:14).
Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Horkheimer
pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan kembali
ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap deviasi
dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan,
dan institusi politik borjuis. Untuk memahami pendekatan teori kritis, ia harus
ditempatkan dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan
generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar
pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan” pengetahuan tentang manusia dan
sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat
teoritis Hegel, yang hal ini, menurut Marx, terjadi dengan membuat filsafat
sebagai hal yang praktis; yakni merubah praktik-praktik yang dengannya
masyarakat mewujudkan idealnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang
’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim
filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma
kehidupan.
Teori kritis menolak skeptisisme diatas dengan tetap
memertahankan kaitan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori
kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif
dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang
secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan
penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis
mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris
tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam konteks
kekinian.
Teori
kritis adalah perangkat nalar yang jika diposisikan dengan tepat dalam sejarah,
mampu merubah dunia, yakni bahwa aktivitas praktis manusia dapat merubah teori.
Teori kritis, dengan demikian, adalah pembacaan filosofis dalam arti tradisional yang disertai kesadaran terhadap
pengaruh yang mungkin ada dalam bangunan ilmu, termasuk didalamnya pengaruh
kepentingan
B. Paradigma Teori
Kritis
Paradigma kritis (critical
paradigm) adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi
praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial.Ciri khas dari paradigma
teori Kritis yang mengambil titik pangkal dari pemikiranKarl Marx adalah
pemikiran filosofis disebutkanselalu berkaitan erat dengan kritik
hubungansosial yang nyata. Intinya bahwa para filsufterdahulu hanya dianggap
menafsirkan dunia dankini sudah waktunya untuk mengubah dunia.Lebih lanjut
pemikiran teori kritis merefleksikan masyarakat serta diri sendiri dalam
konteks dialektika struktur-struktur penindasan dan emansipasi (Magnis, 1990).
Paradigma ini tidak
sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu
sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan
struktur tersebut menjadi lebih adil. Meskipun terdapat beberapa variasi teori
sosial kritis seperti; feminisme, cultural studies, posmodernisme -aliran ini tidak mau dikategorikan pada
golongan kritis- tetapi kesemuanya aliran tersebut memiliki tiga asumsi dasar
yang sama (Littlejohn, 1999).
Pertama, semuanya menggunakanprinsip-prinsip dasar ilmu sosial
interpretif. Ilmuan kritis harus memahami pengalaman manusia dalam konteksnya.
Secara khusus paradigma kritis bertujuan untuk menginterpretasikan dan
karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas
Kedua,paradigma ini mengkaji
kondisi-kondisi sosial dalam usaha untuk mengungkap struktur-struktur yang
sering kali tersembunyi. Kebanyakan teoriteori kritis mengajarkan bahwa
pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas
sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk mengubah kekuatan penindas.
Ketiga, paradigma kritis secara sadar berupaya untuk
menggabungakn teori dantindakan
(praksis). “Praksis” adalah konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis
ini. Menurut Habermas (dalam Hardiman, 1993) praksis bukanlah tingkah-laku buta
atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial.
Asumsi dasar yang ketiga ini
Bertolak dari persoalan bagaimana pengetahuantentang
masyarakat dan sejarah bukan hanya
sekedar teori, melainkan mendorong praksis menuju pada
perubahan sosial yang humanis dan
mencerdaskan. Asumsi yang ketiga ini diperkuatoleh Jurgen
Habermas (1983) dengan memunculkan teori tindakan komunikatif (The
Theory of Communication Action).
Kritik utama yang
dilancarkan kepada epistemologi teori Kritis umumnya hampir mirip dengan
paradigm Interpretatif. Hanya ada dua perbedaan yang cukup mencolok
dibandingkan dua paradigma lainnya. Teori Kritis memiliki pandangan bahwa
realitas sosial pada dasarnya merupakan hasil konstruksi kepentingan
(ideologis) yang tidak pernah netral dan objektif.
C.
Pokok Pemikiran Teori Kritis
Menurut teori Kritits, ilmuwan harus
bisa mengubah realitas dengan cara yang
partisipatoris dan emansipatoris (partisipasi yang membebaskan).
Pokok-pokok pemikiran teori Kritis inilah yang akhirnya
mengilhami Kurt Lewin (1947), Corey (1953), Hopkins (1985), Hult & Lennung
(1980), Carl Glickman (1992), Peter Park (1993), dan lainya melahirkan apa yang
sering disebut dengan Action Research
atau yang lebih terkenal dengan Participacy Action Research (PAR) atau juga sering disebut
PRA (Participatory Rural Apprasial) merupakan sebuah pendekatan dan metode untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat
desa itu sendiri. Participatory Action Research dipandang
mampu membawa tindakan dan refleksi, teori dan praktik, dengan cara terlibat
dengan lainnya, dalam mengejar penyelesaian praktis terhadap berbagai isu
penting yang menjadi perhatian masyarakat dan untuk mencapai
kesejahteraanindividu perorangan dan masyarakatnya(Bradbury & Reason, 2001:
2).
2.2 TEORI INTERPRETIF
A.
Sejarah Dan Pengertian
Akar sejarah dari perpektif interpretif diawali oleh
filosofis Rene Descartes (1596-1650). Pada bukunya The Principles of
Philosophy, ia berpendapat bahwa semua penjelasan dapat didasarkan pada
observasi benda dan gerak. Pendapatnya ini kemudian membangun sebuah landasan
pendekatan terhadap pengetahuan yang dijadikan sebagai dasar positivism dan
post-positivisme dan juga sebuah perbedaan yang jelas adanya dunia eksternal
dan dunia internal subjek yang dikenal dengan Dualisme Cartesian.
Mulai pertengahan abad 18 timbul
beberapa keberatan terhadap gagasan pencerahan tentang objektivitas,
rasionalitas dan pengetahuan yang mendasari observasi eksternal. Yang paling
berpengaruh yaitu Immanuel Kant, filsuf sentral dalam aliran pemikiran
Idealisme Jerman. Ia berpendapat bahwa
manusia mempunyai pengetahuan yang apriori yang bersifat independen dari dunia
luar. Pada pertengahan abad ke 19, Idelisme Jerman menemui jalan berat namun
kembali bangkit awal abad 20 yang menimbulkan gerakan Neo-Kantian.
Menurut Max Weber, prosedur
positivisme yang ada dalam ilmu alam tidak tepat dijadikan metode pemahaman,
dan ia menyokong gerakan interprestasi ilmu sosial yang dapat mencatat makna
subjektif individu yang tercakup dalam perilaku sosial.
.
Interpretif berarti pemahaman (verstechen) berusaha menjelaskan makna dari
suatu tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna
idak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah
merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretif umumnya menyadari bahwa
makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi
interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap
kemungkinan-kemungkinan makna.
B
Struktur
dan Fungsi Teori Interpretif
Teori interpretif, didasari oleh keinginan ontologis dan
epistemologis yang sangat berebda dengan para teoritisi post-positivis. Para
ahli ini lebih condong kepada pemahaman khusus/lokal daripada penjelasan yang
general. Teori interpretif mengarahkan pemahaman kita kepada sebuah dunia yang
dibangun secara sosial melalui interaksi yang komunikatif dan bertujuan untuk
merefleksikan kompleksitas dunia sosial serta proses konstruksi sosial.
a.
Teori
Interpretif umum (General Interpretive Theories)
Mencoba untuk
menciptakan pemahaman mengenai proses dimana komunikasi berfungsi dalam
interaksi intersubjektif. Proses konstruksi sosial dan
interaksi ini bisa dibicarakan melewati batas-batas situasional. Inti :
kepercayaan bahwa kita mengonstruksikan dunia kita secara sosial lewat
interaksi komunikatif (tidak untuk mencapai
pemahaman timbal balik.)
Teori general interpretif, didasari
oleh tiga tujuan yang saling berhubungan, yaitu:
·
Memahami (Understanding)
·
Teoritisi interpretif lebih melihat proses interaksional
dari sudut pandang pelaku tindakan sosial tersebut daripada mencari pengaruh
kausalitas dari luar.
Contoh : seseorang yang menggunakan
pesan-pesan ancaman untuk mendapat pemenuhan kebutuhan dari temannya.
Sebuah
penjelasan mungkin akan memikirkan faktor-faktor kausalitas seperti kepribadian
atau perkembangan hubungan dalam memberi teori atas fenomena ini.
b. Grounded
Theories
Interpretivisme
antara lain menurunkan metodologi penelitian yang dinamakan grounded theory
dengan menurunkan kriteria bahwa data harus dikumpulkan dan di analisis secara
kualitatif bukan kuantitatif sebagaimana dilakukan positivisme, teori yang
dikembangkan bersifat membumi (maka dinamakan grounded theory), dan kegiatan
ilmu harus bersifat natural apa adanya dan menghindarkan penelitian yang diatur
sebelumnya baik melalui desain penelitian yang kaku maupun situasi laboratoris
(penelitian bersifat partisipatif). Berkonsentrasi
pada fenomena komunikasi lokal dan spesifik. Membantu dalam memahami situasi
dan konteks khusus. dua hal yang kritikal dari teori ini,
yaitu :
1) Teori ini
digerakan oleh observasi empirik atau berdasarkan data-data.
2) Teori ini dihasilkan dari proses
yang sistematik
Pengembangan data teori ini
bergantung pada pertimbangan dari sumber-sumber data yang yang banyak.
Sumber-sumber data ini dapat berbentuk : wawancara, observasi, pengarsipan
data, rekaman data, survei, teori-teori dan penelitian-penelitian terdahulu
serta hipotesis dan evaluasi dari peneliti sendiri.
Sumber-sumber data tidak dianggap sama pada penggenerasian teori.
Kebalikannya semua sumber data harus dievaluasi kembali dengan mempergunakan
cara-cara yang sistematis dan berhati-hati. Namun, tidak ada sumber-sumber data
tertentu yang diberi keunggulan ataup[un disingkirkan di dalam analisis.Para
peneliti dalam hal penggenerasian memebrikan penegasa khusus pada proses
pembandingan (comparative process).
1)
Teori ini melibatkan beberapa hali perbandingan, bahkan dalam perkembanggannya,
teori ini sering dihubungkan dengan metode perbandingan yang konstan. Data
tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang terisolasi, akan tetapi sebagai
perbandingan akan data yang lainnya.
2)
Penggenerasian dari grounded theory ini sendiri merupakan suatu proses yang
berjalan (ongoing process) dimana terdapat proses penggadaan yang terus
menerus.
Hasil
yang didapat dari proses ini bisa dalam berbagai bentuk yaitu data-data yang
berkode ataupun dalam bentuk naratif, serta pernyataan yang tidak formal dan
berbentuk naratif. Teori ini dapat
dipergunakan untuk menanggapi berbagai hal, mulai dari context theories seperti
pengambilan keputusan kelompok, dan pornografi di internet sampai process
theories seperti conflict management
dan identity formation.
c.
Kriteria untuk evaluasi
Pendekatan teori ini sangat
berkaitan dengan cara-cara penelitian dan perkembangan. Mengevaluasi suatu
grounded theory melibatkan evaluasi dari proses darimana teori ini berkembang
serta bentuk dimana hal ini dipresentasikan di depan para ilmuwan.
2.3
HUBUNGAN TEORI KRITIS DAN INTERPRETIF DALAM KOMUNIKASI
Jenis teori ini berkembang dari tradisi sosiologi
interpretift, yang dikembangkan oleh Alfred Schulzt, Paul Ricour et al.
sementara teori kritis berkembang dari pemikiran Max Weber, Marxisme dan
Frankfurt School. Interpretif berarti pemahaman (verstechen) berusaha
menjelaskan makna dari suatu tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak
arti, maka makna idak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi
secara harfiah merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretif umumnya
menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku.
Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap
kemungkinan-kemungkinan makna. Implikasi social kritis pada dasarnya memiliki
implikasi ekonomi dan politik, tetapi banyak diantaranya yang berkaitan dengan
komunikasi dan tatanan komunikasi dalam masyarakat. Meskipun demikian teoritisi
kritis biasanya enggan memisahkan komunikasi dan elemen lainnya dari
keseluruhan system. Jadi, suatu teori kritis mengenai komunikasi perlu
melibatkan kritik mengenai masyarakat secara keseluruhan. Pendekatan kelompok
ini terutama sekali popular di Negara-negara Eropa.Karakteristik umum yang
mencirikan teori ini adalah:
a.
Penekanan terhadap peran subjektifitas yang didasarkan pada pengalaman
individual.
b.
Makna merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang
sebagai meaning centered.
c.
Bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia.
Di
samping karakteristik di atas yang menunjukan kesamaan, terdapat juga perbedaan
mendasar antara teori-teori interpretif dan teori-teori kritis dalam
pendekatannya.
Pendekatan teori interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolute tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut teori interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentative dan relative. Sementara teori-teori kritis lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut, preskriptif dan juga politis sifatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks. Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan manusia.
Pendekatan teori interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolute tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut teori interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentative dan relative. Sementara teori-teori kritis lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut, preskriptif dan juga politis sifatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks. Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan manusia.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Meskipun paradigma-paradigma keilmuan menawarkan hal yang
berbeda mengenai definisi “kebenaran” dan metode terbaik untuk mencari
kebenaran, ada sesuatu yang berbeda yang dimiliki oleh paradigma komunikasi
kritis. Paradigma kritis dalam ilmu komunikasi mampu membebaskan dan
membangkitkan kesadaran kritis, baik bagi yang mendominasi maupun yang
terdominasi. Oleh karena itu, ilmu komunikasi
harus mampu untuk mengadakan perubahan menuju terciptanya suatu hubungan
(struktur) dan sistem sosial yang secara mendasar lebih baik, yakni suatu
sistem masyarakat tanpa eksploitasi, tanpa penindasan, tanpa diskriminasi dan
tanpa kekerasan. Dengan demikian, tugas paradigma dan teori komunikasi adalah
memanusiakan kembali manusia yang telah lama mengalami dehumanisasi, baik yang
menindas maupun yang tertindas.
Tentunya, salah satu alternatif yang selayaknnya
digunakan untuk ini adalah penggunaan paradigma kritis dalam ilmu komunikasi
khususnya penelitian dan juga dalam praktik keseharian. Selain itu, pemakaian
paradigma ini sebagai bentuk untuk meng-counter dominasi paradigma
lainnya. Semoga dengan berubahnya paradigma ke yang lebih kritis, kita dapat
menjadi manusia yang merdeka dalam berkomunikasi. Kemerdekaan komunikasi
melibatkan partisipasi aktif pihakpihak yang berkomunikasi dalam posisi setara.
Kesetaraan akan memunculkan dialog, yang pada gilirannya akan membuka
sekat-sekaat komunikasi. Komunikasi merdeka adalah tindakan komunikatif yang
dilakukan ketika mengekspresikan apa yang dinyatakan, tanpa keterpaksaan, rasa rendah
diri, ketakutan, atau disertai kepura-puraan. Dalam praktiknya, komunikasi yang
membebaskan senantiasa dilandasi oleh semangat saling berbagi (share meaning).
Inilah esensi komunikasi kritis sebagai komunikasi yang memberdayakan bukan
memperdayakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Jurnal
Ilmu Komunikasi, Volume 1, Nomor 1, Maret 2012, hlm. 1-55
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 2 Tahun 2015
Ibrahim, Idi Subandy, 2005, dalam Kata Pengantar buku
John Fiske, Cultural and
Communication Studies: Sebuah Pengantar
Paling Komprehensif, Jalasutra Bandung
|
|
Ikliminghoo.blogspot.com
|
|
eduardusbarung. .blogspot.com
|
|
ermelindajihut.blogspot.com
|
|
|
|
0 komentar:
Posting Komentar