Just another free Blogger theme

Senin, 15 Mei 2017



MAKALAH  TEORI KOMUNIKASI
TEORI-TEORI KRITIS DAN INTERPRETATIF

DISUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK 4
1.      Eduardus Barung                                         6.  Iklimiati
2.      Ermelinda Jihut                                            7.  Arni Suryani
3.      Ferdinandus Felik Jeri                                  8.  Alfrida Gole
4.      Cristiana  Ose Boro                                       9.  Kresensia Kefi
5.      Gilang  Febrianto                                         

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHfcdH3ySS_l2f58XpNwKBmUlq_ds9wAMDolE8Wyg2haPAzhEkzbd6bxJ71ANswlS8vJU-GGGX0mbHiGy2lmMS4pRAx1WoJnetMrtG8Nuxutcc4tjl2POdf09XshAdJ3kwv94q4i3HmC4/s1600/LOGO+UNITRI.jpg

                                                   

PROGRAM  STUDI  ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TRIBHUWANA  TUNGGADEWI,  MALANG
TAHUN 2017/2018











 

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan kehendak-Nya kami diberikan kemudahan dan kelancaran sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudu l “Teori-Teori Kritis Dan Interpretatif”  ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini baik dalam bentuk doa maupun materi.
Adapun tujuan  pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah                                                 Teori Komunikasi dan juga untuk  memperoleh pengetahuan tentang teori-teori kritis dan teori-teori interpretatif.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk  itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran perbaikan dari semua pihak yang terkait.




Malang, 06 April 2017
 Penulis








DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………......…..I
KATA PENGANTAR………………....……………...…………………………….…II
DAFTAR ISI …….........................................................................................................III
BAB1 PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG…………………………………...……………………...1
1.2  RUMUSAN MASALAH……………………………………………………..…2
1.3   MANFAAT DAN TUJUAN…….....…………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 TEORI KRITIS……........……………………………………….……………..3
2.2 TEORI INTREPERTIF ………………………………………….……........….5
2.3.HUBUNGAN TEORI KRITIS DAN TEORI INTERPRETIF DALAM
ILMU KOMUNIKASI.............................................................................................7
BAB III PENUTUP
     3.1 KESIMPULAN………......……………………………………………………10
     3.2 SARAN………………….…………………………………………………….10
DAFTAR PUSTAKA…………….…………………………………………………..11







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Teori merupaka kumpulan prinsip  yag disusun secara sistematis. Teori berguna untuk menjelaskan fenomena, memprediksi, dapat mengurangi coba-coba yang tidak efisien, dan dapat merupakan sumber ide. Fakta yang ada harus diinterpretasikan dulu agar itu mempunyai arti sesuai kebutuhan dan rancangan penelitian.ketika fakta tersebut sulit dijelaskan maka diperlukan teori. Manusia dalam kesehariannya selalu bertindak, dan tindakannya memiliki arti, oleh karena itu interpretsi diperlukan untuk memahami perilaku manusia. Berbeda dengan banyak teori perilaku dan kognitif yang mengkaji kehidupan sosial manusia, teori disini berhubungan dengan terjadinya atau berlangsungnya pengalaman manusia. Paradigma yang diterapkan dalam ilmu komunikasi memang beragam. Karena paradigma mendasari teori-teori yang kita baca dan gunakan, maka sangat penting untuk memahami paradigma. Paradigma menawarkan cara pandang umum mengenai komunikasi antar manusia, sementara teori merupakan penjelasan yang lebih spesifik tertentu dari perilaku komunikasi. Ada beberapa teori dalam teori komunikasi, namun yang akan kami bahas adalah teori kritis dan interpretif.
Meskipun teori interpretif dan kritis terbagi dalam asumsi-asumsi mengenai tindakan manusia, keduanya berbeda dalam beberapa aspek penting. Teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks. Tumbuh berdasarkan ketidakpuasan dengan teori Post Positivis, karena dianggap terlalu umum, terlalu mekanis dan tidak mampu menangkap keruwetan, nuansa, dan kompleksitas dari interaksi manusia.
Perspektif interpretif mencari sebuah pemahaman bagaimana kita membentuk dunia pemaknaan melaui interaksi dan bagaimana kita berprilaku terhadap dunia yang kita bentuk itu. Dalam pencarian jenis pemahaman ini, teori interpretif mendekati dunia dan pengetahuan yang  sangat berbeda dengan cara teori post positivis.
Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan manusia.  Kritik merupakan knsep kunci untuk memahami teori kritis. Teori ini dikembangkan oleh Mashab Frankfrut. Konsep kritik dupergunakan mazhab ini memiliki kaitan dengan sejarah dengan konsep kritik yang berkembang pada masa-masa Rennaisance.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu teori kritis?
2.      Apa itu teori interpretif?
3.      Bagaimana hubungan antara Teori Kritis Dan Teori Interpretif dalam Komunikasi?
1.3  MANFAAT DAN TUJUAN
1.      Mendapat nilai tugas matakuliah teori komunikasi.
2.      Menambah wawasan
3.      Untuk mendapatkan pengetahuan tentang teori kritis dan teori interpretif
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI KRITIS
   A.  Sejarah Dan Pengertian
Dalam pengertian luas, teori adalah serangkaian konsep-konsep, penjelasan-penjelasan dan prinsip-prinsip yang teratur dari beberapa aspek pengalaman manusia (Littlejohn dan Foss, 2008:14).
Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Horkheimer pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, dan institusi politik borjuis. Untuk memahami pendekatan teori kritis, ia harus ditempatkan dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan” pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel, yang hal ini, menurut Marx, terjadi dengan membuat filsafat sebagai hal yang praktis; yakni merubah praktik-praktik yang dengannya masyarakat mewujudkan idealnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.
Teori kritis menolak skeptisisme diatas dengan tetap memertahankan kaitan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam konteks kekinian.

Teori kritis adalah perangkat nalar yang jika diposisikan dengan tepat dalam sejarah, mampu merubah dunia, yakni bahwa aktivitas praktis manusia dapat merubah teori. Teori kritis, dengan demikian, adalah pembacaan filosofis dalam arti tradisional yang disertai kesadaran terhadap pengaruh yang mungkin ada dalam bangunan ilmu, termasuk didalamnya pengaruh kepentingan
    B. Paradigma Teori Kritis
Paradigma kritis (critical paradigm) adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial.Ciri khas dari paradigma teori Kritis yang mengambil titik pangkal dari pemikiranKarl Marx adalah pemikiran filosofis disebutkanselalu berkaitan erat dengan kritik hubungansosial yang nyata. Intinya bahwa para filsufterdahulu hanya dianggap menafsirkan dunia dankini sudah waktunya untuk mengubah dunia.Lebih lanjut pemikiran teori kritis merefleksikan masyarakat serta diri sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan dan emansipasi (Magnis, 1990).
Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil. Meskipun terdapat beberapa variasi teori sosial kritis seperti; feminisme, cultural studies, posmodernisme   -aliran ini tidak mau dikategorikan pada golongan kritis- tetapi kesemuanya aliran tersebut memiliki tiga asumsi dasar yang sama (Littlejohn, 1999).
Pertama, semuanya menggunakanprinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Ilmuan kritis harus memahami pengalaman manusia dalam konteksnya. Secara khusus paradigma kritis bertujuan untuk menginterpretasikan dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas
 Kedua,paradigma ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usaha untuk mengungkap struktur-struktur yang sering kali tersembunyi. Kebanyakan teoriteori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk mengubah kekuatan penindas.
Ketiga, paradigma kritis secara sadar berupaya untuk menggabungakn teori dantindakan  (praksis). “Praksis” adalah konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis ini. Menurut Habermas (dalam Hardiman, 1993) praksis bukanlah tingkah-laku buta atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Asumsi dasar yang ketiga ini
Bertolak dari persoalan bagaimana pengetahuantentang masyarakat dan sejarah bukan hanya
sekedar teori, melainkan mendorong praksis menuju pada perubahan sosial yang humanis dan
mencerdaskan. Asumsi yang ketiga ini diperkuatoleh Jurgen Habermas (1983) dengan memunculkan teori tindakan komunikatif (The
Theory of Communication Action).
 Kritik utama yang dilancarkan kepada epistemologi teori Kritis umumnya hampir mirip dengan paradigm Interpretatif. Hanya ada dua perbedaan yang cukup mencolok dibandingkan dua paradigma lainnya. Teori Kritis memiliki pandangan bahwa realitas sosial pada dasarnya merupakan hasil konstruksi kepentingan (ideologis) yang tidak pernah netral dan objektif.
C. Pokok Pemikiran Teori Kritis
            Menurut teori Kritits, ilmuwan harus bisa mengubah realitas dengan cara yang  partisipatoris dan emansipatoris (partisipasi yang membebaskan).
Pokok-pokok pemikiran teori Kritis inilah yang akhirnya mengilhami Kurt Lewin (1947), Corey (1953), Hopkins (1985), Hult & Lennung (1980), Carl Glickman (1992), Peter Park (1993), dan lainya melahirkan apa yang sering disebut dengan Action Research atau yang lebih terkenal dengan Participacy Action Research (PAR)  atau juga sering disebut PRA (Participatory Rural Apprasial) merupakan sebuah pendekatan dan metode untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa itu sendiri. Participatory Action Research dipandang mampu membawa tindakan dan refleksi, teori dan praktik, dengan cara terlibat dengan lainnya, dalam mengejar penyelesaian praktis terhadap berbagai isu penting yang menjadi perhatian masyarakat dan untuk mencapai kesejahteraanindividu perorangan dan masyarakatnya(Bradbury & Reason, 2001: 2).

2.2 TEORI INTERPRETIF
   A.  Sejarah Dan Pengertian
Akar sejarah dari perpektif interpretif diawali oleh filosofis Rene Descartes (1596-1650). Pada bukunya The Principles of Philosophy, ia berpendapat bahwa semua penjelasan dapat didasarkan pada observasi benda dan gerak. Pendapatnya ini kemudian membangun sebuah landasan pendekatan terhadap pengetahuan yang dijadikan sebagai dasar positivism dan post-positivisme dan juga sebuah perbedaan yang jelas adanya dunia eksternal dan dunia internal subjek yang dikenal dengan Dualisme Cartesian.
Mulai pertengahan abad 18 timbul beberapa keberatan terhadap gagasan pencerahan tentang objektivitas, rasionalitas dan pengetahuan yang mendasari observasi eksternal. Yang paling berpengaruh yaitu Immanuel Kant, filsuf sentral dalam aliran pemikiran Idealisme  Jerman. Ia berpendapat bahwa manusia mempunyai pengetahuan yang apriori yang bersifat independen dari dunia luar. Pada pertengahan abad ke 19, Idelisme Jerman menemui jalan berat namun kembali bangkit awal abad 20 yang menimbulkan gerakan Neo-Kantian.
Menurut Max Weber, prosedur positivisme yang ada dalam ilmu alam tidak tepat dijadikan metode pemahaman, dan ia menyokong gerakan interprestasi ilmu sosial yang dapat mencatat makna subjektif individu yang tercakup dalam perilaku sosial.
. Interpretif berarti pemahaman (verstechen) berusaha menjelaskan makna dari suatu tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna idak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap kemungkinan-kemungkinan makna.
B     Struktur dan Fungsi Teori Interpretif
      Teori interpretif, didasari oleh keinginan ontologis dan epistemologis yang sangat berebda dengan para teoritisi post-positivis. Para ahli ini lebih condong kepada pemahaman khusus/lokal daripada penjelasan yang general. Teori interpretif mengarahkan pemahaman kita kepada sebuah dunia yang dibangun secara sosial melalui interaksi yang komunikatif dan bertujuan untuk merefleksikan kompleksitas dunia sosial serta proses konstruksi sosial.
a.       Teori Interpretif umum (General Interpretive Theories)
            Mencoba untuk menciptakan pemahaman mengenai proses dimana komunikasi berfungsi dalam interaksi intersubjektif. Proses konstruksi sosial dan interaksi ini bisa dibicarakan melewati batas-batas situasional. Inti : kepercayaan bahwa kita mengonstruksikan dunia kita secara sosial lewat interaksi komunikatif (tidak untuk mencapai pemahaman timbal balik.)
            Teori general interpretif, didasari oleh tiga tujuan yang saling berhubungan, yaitu:
·         Memahami (Understanding)
·         Teoritisi interpretif lebih melihat proses interaksional dari sudut pandang pelaku tindakan sosial tersebut daripada mencari pengaruh kausalitas dari luar.
Contoh : seseorang yang menggunakan pesan-pesan ancaman untuk mendapat pemenuhan kebutuhan dari temannya.
            Sebuah penjelasan mungkin akan memikirkan faktor-faktor kausalitas seperti kepribadian atau perkembangan hubungan dalam memberi teori atas fenomena ini.
                       



b.     Grounded Theories
            Interpretivisme antara lain menurunkan metodologi penelitian yang dinamakan grounded theory dengan menurunkan kriteria bahwa data harus dikumpulkan dan di analisis secara kualitatif bukan kuantitatif sebagaimana dilakukan positivisme, teori yang dikembangkan bersifat membumi (maka dinamakan grounded theory), dan kegiatan ilmu harus bersifat natural apa adanya dan menghindarkan penelitian yang diatur sebelumnya baik melalui desain penelitian yang kaku maupun situasi laboratoris (penelitian bersifat partisipatif). Berkonsentrasi pada fenomena komunikasi lokal dan spesifik. Membantu dalam memahami situasi dan konteks khusus. dua hal yang kritikal dari teori ini, yaitu :
1) Teori ini digerakan oleh observasi empirik atau berdasarkan data-data.
2) Teori ini dihasilkan dari proses yang sistematik
            Pengembangan data teori ini bergantung pada pertimbangan dari sumber-sumber data yang yang banyak. Sumber-sumber data ini dapat berbentuk : wawancara, observasi, pengarsipan data, rekaman data, survei, teori-teori dan penelitian-penelitian terdahulu serta hipotesis dan evaluasi dari peneliti sendiri.
            Sumber-sumber data tidak dianggap sama pada penggenerasian teori. Kebalikannya semua sumber data harus dievaluasi kembali dengan mempergunakan cara-cara yang sistematis dan berhati-hati. Namun, tidak ada sumber-sumber data tertentu yang diberi keunggulan ataup[un disingkirkan di dalam analisis.Para peneliti dalam hal penggenerasian memebrikan penegasa khusus pada proses pembandingan (comparative process).
1)      Teori ini melibatkan beberapa hali perbandingan, bahkan dalam perkembanggannya, teori ini sering dihubungkan dengan metode perbandingan yang konstan. Data tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang terisolasi, akan tetapi sebagai perbandingan akan data yang lainnya.
2)      Penggenerasian dari grounded theory ini sendiri merupakan suatu proses yang berjalan (ongoing process) dimana terdapat proses penggadaan yang terus menerus.
Hasil yang didapat dari proses ini bisa dalam berbagai bentuk yaitu data-data yang berkode ataupun dalam bentuk naratif, serta pernyataan yang tidak formal dan berbentuk naratif. Teori ini dapat dipergunakan untuk menanggapi berbagai hal, mulai dari context theories seperti pengambilan keputusan kelompok, dan pornografi di internet sampai process theories seperti conflict management dan identity formation.


c.       Kriteria untuk evaluasi
           Pendekatan teori ini sangat berkaitan dengan cara-cara penelitian dan perkembangan. Mengevaluasi suatu grounded theory melibatkan evaluasi dari proses darimana teori ini berkembang serta bentuk dimana hal ini dipresentasikan di depan para ilmuwan.


2.3 HUBUNGAN TEORI KRITIS DAN INTERPRETIF  DALAM KOMUNIKASI
           
Jenis teori ini berkembang dari tradisi sosiologi interpretift, yang dikembangkan oleh Alfred Schulzt, Paul Ricour et al. sementara teori kritis berkembang dari pemikiran Max Weber, Marxisme dan Frankfurt School. Interpretif berarti pemahaman (verstechen) berusaha menjelaskan makna dari suatu tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna idak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap kemungkinan-kemungkinan makna. Implikasi social kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan politik, tetapi banyak diantaranya yang berkaitan dengan komunikasi dan tatanan komunikasi dalam masyarakat. Meskipun demikian teoritisi kritis biasanya enggan memisahkan komunikasi dan elemen lainnya dari keseluruhan system. Jadi, suatu teori kritis mengenai komunikasi perlu melibatkan kritik mengenai masyarakat secara keseluruhan. Pendekatan kelompok ini terutama sekali popular di Negara-negara Eropa.Karakteristik umum yang mencirikan teori ini adalah:
a.       Penekanan terhadap peran subjektifitas yang didasarkan pada pengalaman individual.
b.      Makna merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang sebagai meaning centered.
c.       Bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia.
Di samping karakteristik di atas yang menunjukan kesamaan, terdapat juga perbedaan mendasar antara teori-teori interpretif dan teori-teori kritis dalam pendekatannya.
Pendekatan teori interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolute tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut teori interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentative dan relative. Sementara teori-teori kritis lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut, preskriptif dan juga politis sifatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks. Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan manusia.


                                                     
BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Meskipun paradigma-paradigma keilmuan menawarkan hal yang berbeda mengenai definisi “kebenaran” dan metode terbaik untuk mencari kebenaran, ada sesuatu yang berbeda yang dimiliki oleh paradigma komunikasi kritis. Paradigma kritis dalam ilmu komunikasi mampu membebaskan dan membangkitkan kesadaran kritis, baik bagi yang mendominasi maupun yang terdominasi. Oleh karena itu, ilmu komunikasi  harus mampu untuk mengadakan perubahan menuju terciptanya suatu hubungan (struktur) dan sistem sosial yang secara mendasar lebih baik, yakni suatu sistem masyarakat tanpa eksploitasi, tanpa penindasan, tanpa diskriminasi dan tanpa kekerasan. Dengan demikian, tugas paradigma dan teori komunikasi adalah memanusiakan kembali manusia yang telah lama mengalami dehumanisasi, baik yang menindas maupun yang tertindas.
Tentunya, salah satu alternatif yang selayaknnya digunakan untuk ini adalah penggunaan paradigma kritis dalam ilmu komunikasi khususnya penelitian dan juga dalam praktik keseharian. Selain itu, pemakaian paradigma ini sebagai bentuk untuk meng-counter dominasi paradigma lainnya. Semoga dengan berubahnya paradigma ke yang lebih kritis, kita dapat menjadi manusia yang merdeka dalam berkomunikasi. Kemerdekaan komunikasi melibatkan partisipasi aktif pihakpihak yang berkomunikasi dalam posisi setara. Kesetaraan akan memunculkan dialog, yang pada gilirannya akan membuka sekat-sekaat komunikasi. Komunikasi merdeka adalah tindakan komunikatif yang dilakukan ketika mengekspresikan apa yang dinyatakan, tanpa keterpaksaan, rasa rendah diri, ketakutan, atau disertai kepura-puraan. Dalam praktiknya, komunikasi yang membebaskan senantiasa dilandasi oleh semangat saling berbagi (share meaning). Inilah esensi komunikasi kritis sebagai komunikasi yang memberdayakan bukan memperdayakan.




DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 1, Nomor 1, Maret 2012, hlm. 1-55
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 2 Tahun 2015
Ibrahim, Idi Subandy, 2005, dalam Kata Pengantar buku John Fiske, Cultural and
Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif, Jalasutra Bandung



Ikliminghoo.blogspot.com

eduardusbarung. .blogspot.com

ermelindajihut.blogspot.com





Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 komentar:

Posting Komentar